Dari implikasi diatas dapat disimpulkan
bahwapersoalan gizi dalam masyarakat memiliki multidimensi faktor yang menjadi
penyebab munculnya kasus-kasus gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia. Pangan merupakan
salah satu bagian yang sangat penting dan menjadi penyebab munculnya persoalan
gizi. Gizi kurang dipengaruhi oleh kurangnya asupan terhadap pangan baik segi
kuantitas maupun dari segi kualitas. Tapi ini tidak mutlak menyebabkan
terjadinya kasus gizi buruk dan gizi kurang.
Ada dua aspek langsung yang saling
mempengaruhi persoalan gizi. Pertama, kekurangan pangan seperti uraian diatas.
Kedua, pengaruh dari infeksi penyakit. Dimana faktor ini saling timbul balik.
Dari faktor tersebut, sebenarnya persoalan gizi kurang merupakan sebuah
implikasi dari masih lemahnya sistem pelayanan kesehatan, pola asuh orang tua
terhadap anak yang kurang memberikan perhatian dalam tumbuh kembangnya anak dan
stok asupan makanan dalam rumah tangga. Ini merupakan persoalan klasik yang berpangkal
pada persoalan kemiskinan, rendahnya pendidikan masyarakat dan kurang
keterampilan dalam menjalani kehidupan (life skill). Ketika ini terjadi dalam sebuah kasus yang kompleks,
dimana semua faktor saling mempengaruhi maka persoalan-persoalan gizi akan terus berkembang.
Hasil dari studi mikro terhadap
penilaian status gizi balita melihatkan implikasi tersebut. Faktor kemiskinan dan
rendahnya tingkat pendidikan orang tua merupakan faktor utama dalam risiko
balita menderita gizi buruk dan gizi kurang. Polemiknya justru bertambah rumit ketika
intervensi pemerintah terhadap kemiskinan masih lemah sehingga kantong-kantong
kemiskinan terutama yang terjadi pada komunitas nelayan, perkotaan dan
pertanian tradisional belum mampu memberikan perubahan terhadap kesejahteraan
masyarakat berimplikasi besar terhadap munculnya kasus gizi buruk dan gizi
kurang pada balita. Perlu strategi khusus dalam menangani persoalan gizi ini.
Pertama, pendekatan kesejahteraan rumah tangga menjadi poin penting untuk
mengatasi gizi kurang pada balita. Dimana risiko kemiskinan terhadap gizi
kurang pada balita cukup besar. Perlu sentuhan terhadap program kemiskinan yang
berkaitan langsung dengan peningkatan gizi balita terutama di kantong-kantong kemiskinan
seperti nelayan, pertanian dan perkotaan. Program ini dapat melalui peningkatan
pendapatan rumah tangga yang akhirnya berujung kepada perbaikan asupan gizi
balita. Kedua, pelayanan kesehatan pada level Posyandu perlu intensif dilakukan
terutama pelayanan terhadap perbaikan gizi balita. Pemberian makanan tambahan pada
balita merupakan hal terbaik untuk meningkatan gizi balita. Ketiga, ditemukan
lemahnya pengetahuan orang tua terhadap persoalan gizi ditemukan dalam studi
ini. Untuk itu sosialisasi gizi perlu diintensifkan agar setiap keluarga dapat
paham mengenai gizi tersebut. Keempat, program-program bantuan untuk masyarakat
miskin perlu diintensifkan terutama melakukan diversifikasi bantuan bukan saja
terhadap karbohidrat tapi juga mencangkup protein dan vitamin. Strategi ini akan
efektif bila secara makro, perekonomian nasional dapat ditingkatkan dan
kesejahteraan serta pendidikan masyarakat juga lebih dikembangkan sehingga
angka balita gizi kurang di Indonesia dan Sumatera Barat menjadi lebih kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar